PRAMUKA UNARS SITUBONDO RAYAKAN HUT GERAKAN PRAMUKA KE-53 DI PUNCAK GUNUNG IJEN

Gerakan Pramuka Gugus Depan Situbondo 08.069 - 08.070  Racana Catur Asana Tirta - Racana Tri Atmaka Sari Pangkalan Universitas Abdurachman Saleh Situbondo tidak ada henti - hentinya berkarya,beberapa waktu lalu Kakak - kakak Racana merayakan Hari Lahirnya Gerakan Pramuka Dunia yang ke - 106 dan Hari Lahirnya Gerakan Pramuka Indonesia yang ke - 53 di puncak Gunung Ijen, kegiatan tersebut tandap direncanakan dan hanya bermodalkan nekat saja,kegiatan tersebut diusulkan oleh Kak Bagus salah satu Dawan Racana,meskipun sempat terjadi inseden tersesatnya Kak Jondi (Pemangku Adat Racana Catur Asana Tirta) dan kak Zainul serta dua Warga Racana Tri Atmaka Sari namun mereka bisa ditemukan oleh kak Bagus,dengan penuh semangat ihklas dan pantang lelah,mereka pun sampai dengan selamat di puncak Gunung Ijen yang berlokasi di 2 (Dua) Kabupaten dijawa timur Yaitu Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, di atas puncak gunung seperti biasa Dewan dan Warga Racana melakukan Selfie - selfie dengan pemandangan alam yang indah, setelah itu melakukan upacara sederhana dalam Rangka memperingati HUT Gerakan Pramuka ke 106 (Dunia) dan 53 (Indonesia).

Banyak orang yang memandang dengan sebelah mata akan sebuah makna dan hikmah dari kegiatan Pendakian Gunung. Mungkin hanya segelintir orang yang dapat mengerti tentang apa yang akan diperoleh dari sebuah arti Pendakian Gunung. Lebih dari sekedar hobby ataupun kesenangan semata, pendakian dapat membawa kita menjadi seorang manusia bijak yang lebih menghargai dan mensyukuri akan karunia nikmat atas keindahan dan kekuasaan Sang Maha Pencipta. Tetapi tak semua orang mampu mencerna semua makna tersebut. Semua tergantung dari tingkat kesadaran dari diri kita masing-masing untuk merangkum apa yang akan kita perbuat dan apa yang akan kita pelajari dari arti pendakian tersebut. Terbukti dari beberapa oknum sahabat-sahabat kita yang tak bertanggung jawab dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa berpikir panjang atas apa yang telah mereka perbuat. Seperti halnya mengotori lingkungan alam pegunungan dengan beberapa jenis sampah non-organik yang mereka buang dengan sembarangan. Mereka hanya menganggap Pendakian Gunung itu hanyalah sebatas wadah pelampiasan untuk pelepas rasa jenuh dan kekesalan terhadap realita hidup sehari-sehari yang mereka rasa semakin membosankan. Sehingga muncul sebuah tindakan sembronoyang bertingkah selayaknya seekor binatang yang tak mempunyai akal pikiran. Sungguh hal tersebut sangat amat merugikan berbagai pihak manapun dan dapat merusak kelestarian alam yang telah terjaga selama berabad-abad tahun lamanya sebelum kita berada di muka bumi ini. Segala bentuk pengrusakan kecil ataupun besar yang diperbuat secara sengaja maupun yang tak disengaja akan menjadi dampak negatif untuk kita semua. Telah banyak contoh yang sering kita jumpai saat kita melakukan pendakian di Gunung manapun. Apakah itu hal yang wajar?? Atau apakah itu juga merupakan kebiasaan pola hidup dari diri mereka yang sebenarnya dalam kehidupan bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat tempat asal mereka berada?? Bila iya, mengapa alam yang menjadi korban?? Alam yang menjadi orang tua dari diri kita sendiri, haruskah kita nodai dengan segala keburukan pola hidup kita yang bersikap semena-mena. Sungguh suatu hal yang membuat kita merasa prihatin atas apa yang telah terjadi di alam tempat kita berpijak ini.

Kita seharusnya berkaca kepada orang-orang Pendaki yang peduli terhadap lingkungan. Mereka melakukan Pendakian dengan berdasarkan hati nurani dan rasa persahabatan terhadap alam. Mereka menganggap Gunung adalah rumah kedua mereka. Merawat, melestarikan dan menjaga tanpa mengotori tanah-tanah subur yang terhampar luas di atasnya. Tak merusak tumbuhan, melakukan penghijauan kembali dan melakukan tindakan sosial untuk perbersihan sampah-sampah di area Gunung yang telah tercemar. Memang tak banyak orang yang melakukan hal tersebut. Namun hal ini dapat menjadi suatu contoh yang bijak untuk semua para Pendaki Gunung yang masih bertindak seenak hatinya saja. Mereka tak butuh sebuah penghargaan, mereka pun tak berharap pamrih untuk melakukan hal itu, hanya berbekal suatu kesadaran dalam diri mereka untuk melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Tanpa rasa malu dan dengan rasa tanggung jawab yang besar mereka telah membina suatu perilaku pribadi yang pasti akan terwujud juga dalam kehidupan sehari-hari. Gunung telah memberi pelajaran kepada  kita untuk semua itu.

Makna dari sebuah arti Pendakian Gunung adalah untuk menyadarkan diri kita dari angkuhnya ego yang merasa bahwa kita hidup hanya untuk diri kita sendiri. Menyadarkan kita untuk mensyukuri akan kebesaran Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan keindahan alam semesta yang sangat sempurna tanpa kekurangan sedikitpun. Membina rasa tanggung jawab yang besar untuk menjadi seorang yang bijak yang dapat menghargai antar sesama makhluk hidup dan lingkungan sekitar. Mendidik kita untuk menjadi sosok seorang yang mandiri yang bisa hidup meskipun jauh dari sebuah peradaban modern. Menjalin kerjasama dan kekeluargaan yang harmoni antar sesama tanpa membedakan sebuah suku, budaya dan agama. Dan makna yang terpenting yang dapat kita peroleh dari Pendakian Gunung adalah menjadikan kita sebagai seseorang yang dapat bersosialisasi dengan baik dengan berlandaskan suatu sikap tolong menolong dalam kebajikan dan menciptakan suatu hubungan yang saling berhubungan antara kita sebagai Umat Manusia terhadap Alam Semesta dan Makhluk Hidup yang berada di sekitarnya. Itulah makna yang dapat saya raih dari pengalaman saya setelah melakukan Pendakian Gunung selama ini. Mungkin semua orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda untuk pengertian makna tersebut, namun pada intinya semua adalah sama. Semoga kita menjadi seseorang yang dapat menghargai antar sesama makhluk hidup dan lingkungan alam sekitar.